Monday 8 October 2012

Buah Semangka Cegah Serangan Jantung

London: Buah semangka pasti tak asing lagi bagi Anda. Tapi tahukah Anda manfaatnya untuk kesehatan? Sebuah studi yang dilakukan para peneliti di Amerika Serikat menemukan bahwa mengkonsumsi sepotong semangka setiap hari bisa menghindarkan orang dari serangan jantung. Konsumsi semangka per hari dapat menghentikan penumpukan kolesterol berbahaya yang dapat berdampak buruk pada kesehatan jantung.

Laman Zeenews Ahad (7/10) melansir, bahwa konsumsi semangka secara teratur itu juga dapat mengendalikan berat badan. Hal itu terbukti dari penelitian mereka, yang menggunakan hewan percobaan tikus. Para peneliti memberikan makanan dengan kandungan tinggi lemak dengan potongan buah semangka. Hasilnya, hewan-hewan percobaan tersebut terbukti memiliki kandungan rendah lipoprotein (LDL) atau sejenis kolesterol yang dapat menyebabkan penyumbatan arteri dan penyakit jantung. Hewan-hewan tersebut juga tak mengalami pertambahan bobot yang signifikan.

Para peneliti dari Purdue University itu juga mengamati bahwa konsumsi semangka secara teratur, dapat membuat timbunan lemak dalam pembuluh darah lebih sedikit. Menurut mereka, kandungan citrulline pada buah semangka yang telah memberikan manfaat ajaib itu.

Di Inggris sekitar 270 ribu orang per tahun menderita serangan jantung. Bahkan satu dari tiga orang penderitanya, dilaporkan tewas sebelum mereka mencapai rumah sakit. (Vin)

Bahaya Minum kopi

London: Segala sesuatu yang berlebihan tidak bagus untuk tubuh. Begitu pula dengan minum kopi. Keseringan minum kopi, atau sehari bisa lebih dari tiga cangkir bisa membuat buta atau kehilangan penglihatan. Keseringan minum kopi cenderung bisa mengembangkan glaukoma yang merusak penglihatan.

Penelitian itu diterbitkan dalam jurnal Investigative Ophthalmology & Visual Science. Mereka menyarankan kepada pecinta kopi untuk mengurangi asupan mereka agar terhindar dari risiko.

Glaukoma terjadi karena saluran cairan yang keluar dari bola mata terhambat sehingga bola mata akan membesar dan bola mata akan menekan saraf mata yang berada di belakang bola mata. Akhirnya saraf mata tidak mendapatkan aliran darah sehingga saraf mata akan mati.

Bila cairan tidak dapat mengalir dengan baik maka meningkatkan tekanan. Hal ini bisa merusak saraf optik, yang menghubungkan mata ke otak, dan serabut saraf dari retina (jarungan saraf peka cahaya yang melapisi bagian belakang mata).

Para peneliti dari Brigham dan RS Wanita di Boston menunjukkan bahwa senyawa yang ditemukan dalam kopi dapat meningkatkan tekanan di dalam bola mata, menyebabkan penglihatan rusak yang dikenal dengan pengelupasan glaukoma. Namun temuan itu tidak ada korelasi dengan produk kafein lainnya, seperti teh, cola atau cokelat, Ahad (7/10).

Penelitian sebelumnya mengungkap bahwa penduduk di Skandinavia paling tinggi yang mengalami pengelupasan glaukoma. Mereka juga paling sering mengonsumsi kopi di dunia ini.

Studi yang baru ini menilai lebih dari 120 ribu orang di Inggris dan AS yang lebih dari 40 tahun dan tidak menderita glaukoma. Para responden menjawab kuisioner tentang berapa banyak mereka minum kopi dan memeriksa catatan medis untuk sejarah glaukoma.

Mereka yang minum lebih dari tiga cangkir sehari, meningkatkan risiko berkembangnya glaukoma dibandingkan dengan mereka yang abstain. Wanita dengan memiliki riwayat keluarga glaukoma juga meningkatkan risiko.

Di samping kekurangannya, penelitian yang dipublikasikan awal tahun ini di New England Journal of Medicine menemukan manfaat sering minum kopi. Meminum empat hingga lima cangkir sehari cenderung mengurangi risiko penyakit jantung, stroke, dan diabetes.(dailymail/MEL)

Ini Dia Alasannya Otak Terasa 'Blank' Saat Mengingat-ingat Sesuatu

Jakarta, Ketika seseorang berupaya fokus pada satu pekerjaan atau mencoba mengingat suatu gambar maka pada saat yang bersamaan orang yang bersangkutan takkan mampu memperhatikan segala sesuatu yang ada di sekitarnya atau semacam 'terbutakan'.

Sebuah studi baru dari Inggris pun menemukan salah satu penyebab fenomena yang disebut kebutaan yang tak diperhatikan (inattentional blindness) ini. Menurut peneliti, memfokuskan pikiran atau mengingat-ingat sesuatu sudah cukup membuat manusia tak menyadari hal-hal lain yang terjadi atau berada di sekitarnya.

"Satu contoh nyata yang relevan dengan temuan ini adalah kondisi yang terjadi pada orang-orang yang berupaya mengikuti petunjuk dari alat navigasi satelit (GPS) ketika mengemudi," ungkap Nilli Lavie, Ph.D. dari University College of London yang memimpin studi ini.

"Studi kami menunjukkan bahwa ketika kita fokus pada suatu hal atau mengingat arahan yang baru saja kita lihat pada layar GPS akan membuat kita lebih cenderung gagal memperhatikan bahaya di sekitar jalan yang kita lewati, misalnya kita mungkin tak tahu ada sepeda motor yang mendekat atau pejalan kaki yang tengah menyeberang, meskipun kita terlihat memandang ke depan," terang Lavie.

Untuk memperoleh kesimpulan itu, peneliti menggunakan scan functional magnetic resonance imaging (fMRI). Perangkat ini difungsikan untuk mengamati aktivitas otak partisipan ketika mereka diberi tugas untuk mengingat-ingat sebuah gambar. Di tengah tugas itu, peneliti juga meminta partisipan mendeteksi adanya kelebatan cahaya yang ditujukan pada mereka.

Hasilnya, ketika partisipan disibukkan dengan tugas mengingat-ingat gambar tersebut, mereka pun gagal memperhatikan kelebatan cahaya yang dimaksudkan peneliti, kendati tak ada obyek lain yang diperlihatkan pada partisipan waktu itu.

Namun sebaliknya ketika partisipan tidak diberi tugas apapun, mereka dapat mendeteksi kelebatan cahaya itu dengan mudah. Hal ini menunjukkan bahwa partisipan mengalami 'kebutaan yang dipicu oleh beban pikiran' (load induced blindness).

Ketika di-scan dengan fMRI, peneliti menemukan adanya penurunan aktivitas pada salah satu daerah otak yang bertugas memproses informasi visual yang masuk yaitu korteks visual primer (primary visual cortex).

"'Kebutaan' itu tampaknya disebabkan oleh adanya gangguan pada pesan visual yang masuk ke otak pada tahapan paling awal jalannya aliran informasi ke otak. Artinya ketika mata dapat 'melihat' obyek, otak justru tidak melihatnya atau mungkin terlambat melihat obyek yang dimaksud," tandas Lavie seperti dilansir dari psychcentral, Senin (8/10/2012).

Peneliti pun menduga hal ini diakibatkan persaingan untuk memperoleh kekuatan memproses informasi otak yang stoknya terbatas atau disebut dengan 'teori beban' (load theory). Persaingan itu terjadi antara informasi visual baru dengan memori visual manusia yang bersifat jangka pendek.

Tapi dugaan inilah yang dianggap mampu menjelaskan mengapa otak gagal mendeteksi peristiwa yang mencolok sekalipun dalam penglihatan manusia ketika perhatiannya telah terfokus pada satu tugas yang melibatkan beban informasi yang begitu tinggi.